Ikan & Setan

insideagiantseye
4 min readJul 25, 2023

--

artist is emir shiro pic from here

Itu menakutkan, aku tidak lagi bisa berada di rumah sendirian. Keberanian yang datang sepaket bersamaku waktu dilahirkan kini telah mengkerut seperti kismis yang barusan jatuh ke kolong buffet. Soalnya, suer, aku sudah melihat setan. Khususnya, kaki setan.

Seminggu lalu, aku di rumah sendirian seperti biasa. Ibuku selalu menjaga toko kasurnya (ya, dia menjual berbagai jenis kasur) dan kakakku, Kurap, sedang berkuliah sesuka hatinya. Waktu itu kartun favoritku digeser iklan. Runtutan video yang menawarkan ini itu begitu membosankan. Sudah kubilang pada TV, ayolah, berhenti bermain-main, yang kuinginkan dari keberadaanmu di rumahku hanya kartun Larva itu! Tapi TV tidak mendengarkan. Jadi karena kesal, kutinggal ia ke kamar.

Saat itu, aku berpikir lebih baik pergi ke rumah Manta, ibu-ibu favoritku. Siang-siang begitu dia juga seorang diri di rumah. Jadi dengan senang hati, dia selalu menerima tamu. Kalau boleh geer, aku juga adalah bocah favorit Manta. Yah, begitulah.

Karena yang kupakai hanya singlet dan celana dalam kucing, jadi aku memilah sesetel baju. Baju berwarna biru yang baru disetrika itu menguarkan bau bunga-bungaan minyak setrikaan. Bagian lengannya memang agak sempit, kutinju kuat-kuat tanganku ke udara supaya baju ini mau membungkusku. Setelah selesai, kudengar TV mengembalikan kartun Larva.

Namun, saat dengan riang aku ingin kembali ke ruang tengah, di bawah gorden yang menjadi pintu kamarku, sepasang kaki menghentikanku. Sumpah, kaki. Ukurannya lebih besar dari punyaku. warnanya abu-abu, dan seluruh kukunya pucat. Keduanya sedang berjingkat-jingkat. Naik turun. Jalan di tempat. Aduh, mengingatnya kembali membuatku merinding!

Tapi gorden itulah satu-satunya jalan. Maka secepat kitlat, kutabrakkan badan ke gorden dan aneh, tidak kusundul manusia, atau benda tumpul apa pun ketika melakukannya. Tapi aku tidak sempat ambil pusing dan terus menghambur ke rumah Manta. Tidak ada kata-kata, tidak ada teriakkan. Manta sedang memperhatikan isi kuali dan aku langsung menerjangnya. Dari rumahku, sayup-sayup kedengaran suara kartun Larva.

Setelah ketakutanku mereda, kugambarkan semuanya pada Manta. Dia akhirnya pergi ke rumahku buat mematikan TV dan melihat-lihat tempat kejadian, lalu dia bilang itu hanya bayanganku saja. Waktu mengatakannya, dia tidak menatap mataku seperti seharusnya. Menurutku, dia sendiri tidak yakin pada ucapannya itu.

Sepertinya Manta meneruskan kisahku pada Ibu karena malamnya, waktu aku dan Ibu berbaring di kasur busa mau tidur, ibu berpesan, “Nggak ada setan di rumah ini.”

“Ibu, takut!” Aku memeluknya.

“Makanya, jangan kebanyakan nonton video setan di Youtube.”

Aku hanya semakin mencengkamnya. Sebelum dia benar-benar pulas, disuruhnya aku mengulang doa sebanyak tiga kali. Ibuku juga tidak yakin dengan kata-katanya sendiri. Malam itu, meski sudah mengatupkan mata erat-erat, aku sulit tidur.

Masalah kismis yang jatuh barusan, biarpun anggur kisut itu harus kuraih supaya tidak dirubung semut-semut lapar, aku memilih meninggalkan kewajiban itu. Tidak peduli deh Ibu akan menemukannya dan pastiii aku dihujani omelan. Iya, diomeli memang menjengkelkan, tapi bertemu sepasang kaki….tanpa badan….yang berjingkat-jingkat itu kelewat ngeri.

“Adek,” itu Kurap. “Aku mau pergi dulu, ya.” Dia sedang menyemprot parfum bau jambu ke celananya.

“Eh Kurap? Hari Sabtu gini mau kemana?”

“Aku mau ngambang.”

“Hah?”

“Aku mau ngambangin badan di kolam. Ngapung. Santai-santai sama pacar.”

“Yaaah, aku nggak diajak?”

“Nggak, tapi nanti kamu kuajarin ngambang.”

“Beneran?”

“Beneran.”

“Ya udah, aku pergi ya.”

“Aku juga pergi deh. Mau ke rumah Manta.”

“Loh ngapain? Biasanya kamu nonton TV sendirian di sini.” Kurap belum tahu.

“Enggak lagi, Kurap. Aku udah liat setan.”

“Setan?”

Lalu ia kuceritakan, secara mendetail. Kurap memancingku mengeluarkan semua yang terekam oleh mataku.

“Itu paling cuma temenmu yang mau ajak main, tapi dia nggak ketuk pintu.”

“Bukan, kakinya abu-abu.”

“Temenmu pake kaos kaki abu-abu.”

“Kan aku lari lewat gorden, tapi nggak nabrak apa-apa.”

“Berarti itu kucing.”

“Kucing nggak bisa jingkat-jingkat!” Aku hampir teriak. Aku sudah ingin menangis. Benarkah tidak ada seorangpun yang mau benar-benar mendengar?

Kurap diam. Dipandanginya aku.

“Oke.”

“Oke apa?” Aku menodongnya dengan tatapanku.

“Pulang nanti, kamu kubelikan ikan.”

“Ikan?”

“Ikan bisa menangkal setan.”

Kurap keluar dan kubuntuti dia.

Kurap benar-benar membawakanku ikan, hidup, sepasang ikan mas yang harganya sepuluh ribuan di jalan.

Dia buru-buru mengisi aquarium kami yang dipenuhi sawang karena lama tidak diisi air. Dia sobek plastik tempat ikan-ikan itu kesempitan.

“Ikannya harus kamu kasih nama, biar mereka bekerja.”

“Siapa ya, Kurap…”

“Nana sama Ino, deh.”

“Nana sama Ino?”

Sejak hari itu aku punya ikan yang diletakkan di dekat TV dan mulai merasa aman berada sendirian di rumah. Wajah mereka yang tak berdosa dan mulut mereka yang cuma megap-megap itu sangat lawak. Tapi biarpun begitu, menurut Kurap, sebenarnya diam-diam keduanya sedang bekerja.

Ini sudah ketiga kalinya aku berada sendirian di rumah dan sejauh ini, keadaannya membuatku percaya bahwa hanya aku serta sepasang Nana & Ino yang sedang berada di rumah ini. Kartun Larva tayang, aku menikmati setiap gerak-gerik yang dibuat ulat-ulat gemuk itu. Larva terpeleset kulit pisang dan aku ketawa tak karuan.

Tapi kemudian iklan masuk. Iklan masuk ketika aku sadar gorden kamar tidak tergantung lemas seperti sewajarnya. Gordennya….agak mencetak bentuk. Sebuah tubuh, seakan seseorang sedang berdiri di baliknya. Lama-lama bentuknya makin timbul dan aku tinggal menunggu saja kain itu tersingkap. Di bawahnya, ampun, mimpi buruk itu lagi, sepasang kaki abu-abu, berjingkat-jingkat mengikuti irama iklan Tori Cheese Cracker dari TV. Jeritku tertahan karena ketika kulihat Nana & Ino, ikan-ikan itu tersenyum.

March 2019

PS: Changed the fish name to Nana & Ino after watching Before, Now, & Then in July 2023. No reason

--

--

No responses yet